Konfirmasi
adalah salah satu teknik yang digunakan untuk memperoleh bukti audit. Bukti
audit dengan menggunakan konfirmasi memiliki tingkat independen yang baik. Hal
ini dikarenakan konfirmasi akan meminta keterangan dari pihak ke tiga berkaitan
dengan transaksi dengan klien.
Semakin tinggi
resiko pengendalian dan resiko bawaan dari entitas klien membuat auditor harus
memiliki bukti audit yang cukup untuk meyakinkan asersi pada laporan keuangan.
Auditor harus memperdalam pengujian subtantif atas laporan keuangan dengan
menemukan lebih banyak bukti yang dapat menunjukan asersi laporan keuangan.
Melalui konfirmasi, auditor akan memperoleh bukti yang independen yang dapat
meyakinkan atas asersi yang melekat pada laporan keuangan.
Tujuan dari
konfirmasi adalah untuk mengumpulkan bukti audit sebagai dasar menyatakan
pendapat. Jika pada proses konfirmasi ternyata tidak cukup untuk menekan resiko
audit, maka auditor wajib melakukan prosedur tambahan. Sebagai contoh jika pada
proses konfirmasi akun piutang, auditor merasa belum memiliki cukup bukti untuk
meyakinkan asersi suatu laporan keuangan. Auditor dapat melakukan prosedur
tambahan dengan melakukan prosedur subsequent pelunasan piutang. Jadi auditor
akan melakukan pembuktian saldo piutang per tanggal laporan keuangan dengan
mengecek pelunasan piutang tersebut setelah tanggal pelaporan.
Konfirmasi
dibagi menjadi dua, yaitu konfirmasi positif dan konfirmasi negatif. Konfirmasi
positif biasa dilakukan untuk jumlah sampel kecil dengan saldo yang besar.
Bentuk konfirmasi positif, biasanya menyebutkan informasi yang dibutuhkan
auditor dan responden menjawab setuju atau tidak. Namun, terkadang pada
konfirmasi positif auditor mengkosongkan informasi yang hendak ditanyakan dan
pihak responden lah yang mengisikan informasi tersebut. Konfirmasi positif
dapat dijadikan sebagai bukti audit jika responden membalas konfirmasi yang
diberikan.
Konfirmasi
negatif biasa dilakukan untuk sampel dalam jumlah besar dengan saldo kecil.
Bentuk konfirmasi ini juga mencantumkan informasi yang hendak ditanyakan kepada
pihak responden. Namun, pada konfirmasi negatif dapat dijadikan alat bukti
audit meski tidak mendapatkan jawaban. Hal ini dikarenakan, pada konfirmasi
negatif, responden tidak perlu menjawab jika informasi yang tercantum sudah
sesuai.
Pada proses
konfirmasi, auditor sebaiknya melihat pengalaman tahun lalu. Hal ini untuk
memanajemen waktu yang digunakan dalam proses audit. Jika berdasarkan
pengalaman tahun lalu, respon yang diterima dari proses konfirmasi tidak cukup
untuk menjadi bukti audit. Auditor dapat memilih untuk tidak melakukan proses
konfirmasi dan langsung menggunakan prosedur lainnya. Proses konfirmasi piutang
usaha diperkenankan tidak dilakukan jika terdapat kondisi sebagai berikut:
- Piutang usaha merupakan jumlah yang tidak material dalam laporan keuangan.
- Penggunaan konfirmasi akan tidak efektif.
- Gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran sedemikian rendah, dan tingkat risiko taksiran tersebut, bersamaan dengan bukti yang diharapkan untuk diperoleh dari prosedur analitik atau pengujian substantif rinci, adalah cukup untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk asersi laporan keuangan yang bersangkutan. Dalam banyak situasi, baik konfirmasi piutang usaha maupun pengujian substantif rinci diperlukan untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah bagi asersi laporan keuangan yang bersangkutan.
SA Seksi 330
Proses Konfirmasi
BAGAIMANA MEMBERI JAWABAN ATAS PIUTANG YANG 10 TAHUN LALU,,TETAPI SAYA TIDAK BISA MEMBERIKAN BUKTI BAHWA TELAH MELAKUKAN PELUNASAN ATAS PIUTANG TSB.
BalasHapusbagaimana cara mendapatkan alat bukti dari teknik Konfirmasi?
BalasHapusmengirimkan surat konfirmasi tentunya. surat konfirmasi dapat didasarkan pada invoice, rekening koran, maupun general ledger milik klien
Hapus