Pengukuran biaya
pada persediaan dengan metode identifikasi khusus memang jarang digunakan pada perusahaan.
Tapi tidak sedikit pula perusahaan atau entitas yang menggunakan metode ini. Perusahaan
atau entitas yang menggunakan metode identifikasi khusus jika memiliki
persediaan yang dapat diidentifikasi dan pada saat penjualannya tidak dapat
disubtitusikan.
Persediaan yang
dimiliki baik persediaan awal, pembelian, sampai persediaan akhir dapat di
identifikasi masing-masing nilai perolehan nya. Persediaan yang tidak dapat
disubtitusi penjualannya atau pemakaiannya dapat dicontohkan pada perusahaan
dagang yang menjualkan mobil. Jika konsumen sudah menunjuk satu mobil yang
disukai dan hendak dibeli, maka mobil tersebut yang langsung keluar. Jadi pada
metode identifikasi khusus tidak terikat seperti metode first in firs out atau last
in last out (sudah tidak diperkenankan).
Metode
identifikasi khusus juga berbeda dengan metode rata-rata tertimbang dalam
menentukan nilai persediaan. Pada metode identifikasi khus, nilai persediaan
adalah benar-benar sebesar harga perolehan nya. Jadi tidak dilakukan perhitungan
nilai persediaan dengan menggunakan rata-rata atas nilai persediaan yang ada
dengan nilai persediaan yang masuk. Harga pokok penjualan pada metode
identifikasi khusus sebesar nilai peroleh mobil yang dijual tersebut.
Kelemahan metode
ini jika perusahaan memiliki jenis persediaan yang dapat disubtitusi dan memiliki
volume transaksi yang tinggi. Hal ini dapat dicontohkan pada perusahaan yang
menjualkan beras. Pada saat pembelian yang terjadi selama satu periode,
perusahaan memiliki harga beras yang beragam dengan jumlah transaksi yang
banyak. Hal ini akan memakan banyak waktu dan tempat untuk mengidentifikasi
beras sesuai harga perolehan nya dan jumlah yang dimiliki.
Agar lebih
paham, langsung ke contoh saja. Berikut adalah data transaksi pada perusahaan
mobil antik yang sangat langka pada bulan Januari 2014:
Tanggal
|
Keterangan
|
02
|
Membeli
sebuah mobil A dengan nilai Rp 1.000.000.000,00
|
10
|
Membeli
sebuah mobil B dengan nilai Rp 2.000.000.000,00
|
15
|
Membeli
sebuah mobil C dengan nilai Rp 3.000.000.000,00
|
20
|
Membeli
sebuah mobil D dengan nilai Rp 5.000.000.000,00
|
25
|
Menjual
mobil A (Rp 1.500.000.000,00) dan mobil C (Rp 4.000.000.000,00)
|
Dari data
diatas, yang terjual adalah mobil yang dibeli tanggal 2 dan 15 Januari. Jadi
dengan metode identifikasi khusus tidak terikat kapan persediaan diperoleh
seperti metode FIFO dan LIFO. Oleh karena itu, harga pokok penjualan perusahaan
sebesar nilai perolehan mobil yang terjual sebesar Rp 4.000.000.000,00 (Rp 1.000.000.000,00
+ Rp 3.000.000.000,00).
Metode
identifikasi juga berbeda dengan metode rata-rata tertimbang yang memiliki satu
harga untuk semua jenis produknya. Berdasarkan metode identifikasi khusus,
persediaan dinilai sesuai harga perolehan masing-masing. Jadi persediaan akhir
perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keterangan
|
Nominal
|
Mobil
B
|
Rp
2.000.000.000,00
|
Mobil
D
|
Rp
5.000.000.000,00
|
Jumlah
|
Rp
7.000.000.000,00
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar