Mengenal lebih jauh tentang Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 memang perlu untuk dibahas.
Mengingat peraturan ini masih baru dan mungkin masyarakat membutuhkan informasi
yang lebih tentang PP 46 ini. Sebelum lebih jauh, perlu ditekankan dahulu dasar
dari peraturan baru ini. Konsep dasar PP 46 adalah pajak atas penghasilan yang
bersifat final. Jadi penghasilan yang merupakan kelompok penghasilan yang dikenakan
pajak final sesuai undang-undang pajak penghasilan tidak lagi dikenakan PP 46.
Konsep dasar yang kedua dari PP 46 ini
tidak mengenal adanya rugi usaha. Hal ini sama halnya dengan perhitungan
penghasilan neto dengan menggunakan norma. Mengingat kedua hal ini memiliki
syarat yang sama, yaitu dikenakan pada penghasilan yang peredaran bruto setahun
kurang dari Rp 4.800.000.000,00. Pada sisi lain, terdapat juga perbedaan yang
mendasar mengenai konsep perhitungan norma dan PP 46. Kita melihat dari konsep norma
dahulu yang jelas tampak masih diberlakukannya pengurang penghasilan. Hal ini
mengakibatkan pajak dihitung dari laba kena pajak. Sedangkan pada PP 46 sama
sekali tidak mengenal laba kena pajak, karena pajak dihitung langsung dari
peredaran bruto usaha.
Sekilas hal ini tampak memberatkan
masyarakat sebagai wajib pajak, ditambah PP 46 bukanlah suatu pilihan yang bisa
dipilih sama seperti memilih pembukuan atau norma. PP 46 adalah peraturan pajak
terbaru yang mengikat. Namun, pemerintah tidak selalu seperti yang menekan
masyarakat, maka tarif yang digunakan untuk PP 46 adalah sebesar 1%. Memang,
sampai saat ini masih banyak pro dan kontra tentang pemberlakuananya peraturan
baru ini. Penulis kembalikan semua kepada persepsi masing-masing pembaca. Hal
ini dikarenakan penulis hanya ingin memberikan informasi saja mengenai
peraturan pajak baru ini, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
46 Tahun 2013.
Agar lebih terfokus, maka akan kita
batasi masalah yang akan dibahas kali. Permasalahan itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
- Hal apa sajakah yang diatur dalam PP No 46 Tahun 2013?
- Apakah maksud dan tujuan kebijakan Pemerintah terkait dengan pemberlakuan PP Nomor 46 Tahun 2013 ini?
- Objek Pajak apa saja yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013?
- Objek Pajak apa saja yang TIDAK dikenai Pajak
- Siapa yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013?
- Siapa yang TIDAK dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013?
Secara singkat Ketentuan Pajak Penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, merupakan kebijakan Pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
B. Maksud dan Tujuan PP No 46 Tahun 2013
Secara umum, maksud dan tujuan PP No 46 Tahun 2013 ini adalah memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pada sisi pemerintah ingin masyarakat ikut berpartipasi dalam pembangunan negara. Seperti yang kita ketahui salah satu modal pembangunan negara adalah dari sektor pajak. Jadi dengan berlakunya peraturan ini diharapkan penerimaan dari sektor pajak menjadi meningkat. Nah, hal ini pun langsung memicu pro dan kontra dan tidak akan dibahas di sini.
C. Objek Pajak PP No 46 Tahun 2013
Objek dari pajak PP No 46 Tahun 2013 adalah penghasilan dengan peredaran usaha kurang dari Rp 4.800.000.000,00. Jika penghasilan yang diperoleh kurang dari Rp 4.800.000.000,00 akan dikenai pajak dengan tarif 1%. Perhitungan pajaknya 1% dari predaran bruto sebulan. Oleh karena itu, dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pajak PP No 46 Tahun 2013 = 1% x Perdaran Bruto Sebulan
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka wajib pajak yang terkena pajak PP Nomor 46 Tahun 2013 akan melakukan penyetoran pajak setiap bulannya. Tetapi ingat, pajak ini berlaku hanya untuk penghasilan dengan peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000,00. Saya akan memberikan contoh agar dapat lebih memahami objek pajak dari PP Nomor 46 Tahun 2013 sebagai berikut:
1. CV AAA bergerak di jenis usaha perdagangan. Setiap bulannya omset usahanya sebesar Rp 200.000.000,00. Penghasilan tersebut disetahunkan:
= Rp 200.000.000,00 x 12 bulan
= Rp 2.400.000.000,00
Dapat dilihat bahwa penghasilan CV AAA termasuk objek pajak PP Nomor 46 Tahun 2013 karena peredaran bruto setahunnya kurang dari Rp 4.800.000.000,00.
2. PT BBB bergerak di jenis usaha perdagangan. Setiap bulannya omset usahanya sebesar Rp 1.000.000.000,00. Penghasilan tersebut disatahunkan:
= Rp 1.000.000.000,00 x 12 bulan
= Rp 12.000.000.000,00
Dapat dilihat bahwa penghasilan PT BBB tidak termasuk objek pajak PP Nomor 46 Tahun 2013 karena peredaran bruto setahunnya lebih dari Rp 4.800.000.000,00.
D. Bukan Objek Pajak PP No 46 Tahun 2013
Secara konsep sederhana, terdapat 3 (tiga) jenis penghasilan yang tidak dikenakan PP Nomor 46 Tahun 2013, yaitu:
1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas. Seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan PP tersebut;
2. Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat 2). Seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah tersendiri.
3. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
E. Subjek Pajak PP No 46 Tahun 2013
Yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013, adalah:
1. Orang Pribadi;
2. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
1. Orang Pribadi;
2. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
F. Bukan Subjek Pajak PP No 46 Tahun 2013
Yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah:
1. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnya: pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki-lima, dan sejenisnya.
2. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omzet) melebihi Rp 4.800.000.000,00 miliar.
Semoga informasi ini menambah wawasan pembaca mengenai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013. Semoga bermanfaat.
Diberkati untuk Memberkati
1. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnya: pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki-lima, dan sejenisnya.
2. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omzet) melebihi Rp 4.800.000.000,00 miliar.
Semoga informasi ini menambah wawasan pembaca mengenai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013. Semoga bermanfaat.
Diberkati untuk Memberkati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar