Selasa, 23 Juni 2015

Pajak Pertambahan Nilai

PPN
Pada kesempatan ini kita akan membahas mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara umum. Hal ini agar kita lebih paham mengenai PPN dan yang menjadi dasar pengenaan PPN. Objek pajak atas PPN secara umum dapat dikatakan semua Barang Kena Pajak (BKP) baik berwujud maupun tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali pada undang-undang atau peraturan pemerintah mengatur mengenai pengecualian dari objek pajak PPN.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4A ayat 2, yang dikecualikan dari obje PPN adalah sebagai berikut:
a. Bukan Barang Kena Pajak PPN
Barang yang tidak menjadi objek dari PPN dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Barang dari hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
  2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak (bukan hasil pengolahan).
  3. Makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat penyedia (masuk dalam pajak pembangunan daerah)
  4. Uang, emas batangan, dan surat berharga.


b. Bukan Jasa Kena Pajak PPN
Jasa yang tidak menjadi objek dari PPN dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jasa pelayanan kesehatan medis
10. Jasa angkutan umum
2. Jasa pelayanan sosial
11. Jasa tenaga kerja
3. Jasa pengiriman surat dan perangko
12. Jasa perhotelan
4. Jasa keuangan
13. Jasa yang disediakan pemerintah
5. Jasa asuransi
14. Jasa penyediaan tempat parkir
6. Jasa keagamaan
15. Jasa telepon umum dengan uang logam
7. Jasa pendidikan
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
8. Jasa kesenian dan hiburan
17. Jasa boga atau katering
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan


Seperti yang dijelaskan, bahwa PPN dikenakan atas penyerahan barang kena pajak. Oleh karena itu, berikut bukan penyerahan BKP yang menjadi objek PPN:
  1. Penyerahan barang kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
  2. Penyerahan barang yang digunakan sebagai jaminan utang-piutang.
  3. Penyerahan barang dari pusat ke cabang atau sebaliknya dengan ketentuan bahwa kewajiban PPN telah dilakukan pemusatan.
  4. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak.
  5. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

Jadi secara mudahnya, semua jenis BKP dan JKP dikenakan PPN kecuali undang-undang dan peraturan pemerintah mengatur untuk pengecualiannya. Bahkan, penjualan secara konsinyasi (titipan) sudah merupakan objek PPN.

Tarif PPN
Secara umum tarif PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dan 0% (nol persen) untuk PPN atas barang ekspor. Namun, tarif PPN dapat berubah dengan nilai terendah sebesar 5%(lima persen) sampai nilai tertinggi sebesar 15% (lima belas persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah. Tarif PPN dihitung berdasarkan harga jual atau harga peralihan yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Jenis PPN
PPN sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu: PPN Keluaran dan PPN Masukan. PPN keluaran merupakan PPN yang dipungut ketika kita melakukan penjualan. PPN keluaran hanya dipungut oleh wajib pajak yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Atas pemungutan PPN keluaran tersebut, PKP wajib menyetor PPN keluaran tersebut kepada fiskus. PPN masukan merupakan PPN yang kita bayarkan kepada penjualan yang merupakan PKP pada saat pembelian BKP atau menerima Jasa Kena Pajak. Atas PPN masukan ini dapat dikreditkan untuk mengurangi jumlah PPN keluaran yang harus disetorkan kepada fiskus.

PPN masukan tidak dapat dijadikan kredit pajak PPN keluaran dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak baik impor maupun di dalam pabean Indonesia sebelum pengusaha tersebut dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak .
  2. Perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
  3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
  4. PPN masukan dimana dokumen faktur pembeliannya cacat (tidak lengkap) sesuai ketentuan undang-udang.
  5. PPN atas BKP dan JKP yang ditagihkan dengan menggunakan penerbitan ketetapan pajak.
  6. PPN masukan yang belum dilaporkan dan ditemukan pada saat pemeriksaan pajak.
  7. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi.

Jika PPN masukan tidak dapat dikreditkan pada PPN keluaran, maka PPN tersebut harus dibebankan atau menjadi komponen Harga Perolehan (HPP) atas pembelian BKP atau JKP.

PPN Masukan yang belum dilaporkan atau dikreditkan dengan PPN keluaran pada masa pajak yang sama, maka PPN masukan tersebut masih dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya dengan batas maksimal 3 bulan sejak masa pajak sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar