Wajib pajak yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak wajib
membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena
Pajak (JKP) yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Faktur pajak merupakan
instrumen yang digunakan sebagai bukti pemungutan pajak.
Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk membuat faktur pajak untuk setiap
adanya penyerahan BKP dan JKP. Jika terdapat pembayaran terlebih dahulu baik
secara keseluruhan maupun sebagian sebelum adanya penyerahan BKP dan JKP, maka
faktur dibuat pada saat adanya pembayaran. Faktur biasanya dibuat pada setiap
ada penyerahan BKP dan JKP, namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
pasal 13 ayat 2 dan 2a "Satu faktur dapat dibuat untuk beberapa kali
penyerahan BKP dan JKP dalam 1 (satu) bulan kalender kepada pembeli, dengan
ketentuan paling lambat dibuat pada akhir bulan penyerahan".
Faktur pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya
kepada pembeli sebagai rujukan PPN masukan dan kepada penjualan sebagai arsip.
Jika dalam pembuatan Faktur Pajak lebih dari 2 rangkap, maka harus dinyatakan
secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.
Beberapa ketentuan yang harus ada pada Faktur Pajak adalah sebagai berikut:
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga.
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut.
- Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Nomor seri Faktur Pajak pada saat ini sudah diatur tersendiri. Berdasarkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-24/PJ/2012 pasal 1 poin 8
"Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat
Jenderal Pajak Kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk
penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka
dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak"
Nomor seri faktur pajak yang telah diatur oleh Per-24/PJ/2012 dapat
dijelaskan sebagai berikut:
- 2 digit pertama adalah Kode Transaksi
- 1 digit berikutnya adalah Kode Status
- 13 digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh DJP
Kode Transaksi yang tercantum pada nomor seri Faktur Pajak dapat
dijelasakan sebagai berikut:
No
|
Keterangan
|
01
|
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang
terutang PPN dan PPN nya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan
penyerahan BKP dan/atau JKP.
|
02
|
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
Pemungut PPN Bendahara Pemerintah dimana PPNnya langsung dipungut oleh
Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
|
03
|
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) dimana PPNnya langsung
dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (Selain Bendahara Pemerintah).
|
04
|
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang
menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
|
05
|
Kode ini tidak digunakan
|
06
|
Digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut
oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JK, dan penyerahan
kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
07
|
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat
fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
|
08
|
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang
mendapat fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
|
09
|
Digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya
dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.
|
Kode Status yang tercantum pada nomor seri Faktur Pajak terdiri dari
"0" jika merupakan Faktur Pajak normal dan "1" jika
merupakan Faktur Pajak penggantian.
Berkaitan dengan dokumen yang menjadi rujukan sebagai bukti pemungutan
pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Hal ini dapat dicontohkan jika
perusahaan melakukan kegiatan ekspor impor, maka dokumen Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB) dan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dapat dipersamakan
dengan Faktur Pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar