Rabu, 24 Juni 2015

Faktur Pajak

Wajib pajak yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Faktur pajak merupakan instrumen yang digunakan sebagai bukti pemungutan pajak.

Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk membuat faktur pajak untuk setiap adanya penyerahan BKP dan JKP. Jika terdapat pembayaran terlebih dahulu baik secara keseluruhan maupun sebagian sebelum adanya penyerahan BKP dan JKP, maka faktur dibuat pada saat adanya pembayaran. Faktur biasanya dibuat pada setiap ada penyerahan BKP dan JKP, namun berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 13 ayat 2 dan 2a "Satu faktur dapat dibuat untuk beberapa kali penyerahan BKP dan JKP dalam 1 (satu) bulan kalender kepada pembeli, dengan ketentuan paling lambat dibuat pada akhir bulan penyerahan".

Faktur pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya kepada pembeli sebagai rujukan PPN masukan dan kepada penjualan sebagai arsip. Jika dalam pembuatan Faktur Pajak lebih dari 2 rangkap, maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.

Beberapa ketentuan yang harus ada pada Faktur Pajak adalah sebagai berikut:
  1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga.
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut.
  6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
  7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.


Nomor seri Faktur Pajak pada saat ini sudah diatur tersendiri. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-24/PJ/2012 pasal 1 poin 8 "Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak"

Nomor seri faktur pajak yang telah diatur oleh Per-24/PJ/2012 dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. 2 digit pertama adalah Kode Transaksi
  2. 1 digit berikutnya adalah Kode Status
  3. 13 digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh DJP 


Kode Transaksi yang tercantum pada nomor seri Faktur Pajak dapat dijelasakan sebagai berikut:
No
Keterangan
01
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPN nya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan penyerahan BKP dan/atau JKP.
02
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah dimana PPNnya langsung dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.
03
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) dimana PPNnya langsung dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (Selain Bendahara Pemerintah).
04
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
05
Kode ini tidak digunakan
06
Digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JK, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
07
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
08
Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
09
Digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.

Kode Status yang tercantum pada nomor seri Faktur Pajak terdiri dari "0" jika merupakan Faktur Pajak normal dan "1" jika merupakan Faktur Pajak penggantian.


Berkaitan dengan dokumen yang menjadi rujukan sebagai bukti pemungutan pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Hal ini dapat dicontohkan jika perusahaan melakukan kegiatan ekspor impor, maka dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar