Gross up
pajak mungkin masih menjadi hal yang belum dimengerti oleh beberapa kalangan.
Secara mudahnya, gross up pajak
merupakan cara untuk dapat menentukan jumlah kas yang diterima di awal dengan cara
meningkatkan nilai objek pajak sebesar beban pajak. Pada pelajaran perpajakan,
biasanya kita diajarkan untuk menentukan jumlah beban pajak dari besarnya
jumlah objek pajak. Oleh karena itu, kita menentukan jumlah kas yang diterima
wajib pajak sebesar objek pajak dikurangi beban pajak. Namun, pada pengertian gross up akan lebih menekankan untuk
mencari nilai objek pajak dari dasar nilai kas yang diterima oleh wajib pajak.
Gross up pajak
sebenarnya dapat diperkenankan oleh perpajakan, sepanjang tidak melanggar
peraturan perpajakan. Banyak pihak menggunakan sistem gross up karena beberapa pertimbangan yang mengikat transaksi yang
terjadi. Sebagai contoh PT Tigor bergerak dibidang usaha dagang memerlukan jasa
perbaikan komputer kepada tenaga ahli yang tidak memiliki NPWP. Tenaga ahli
tersebut memiliki ketentuan atas jasanya agar tidak dipotong pajak atas nominal
biaya jasa yang ditentukan. Namun PT Tigor yang sudah memiliki NPWP wajib
melakukan kewajiban perpajakannya dan salah satunya melakukan pemotongan pajak.
Nah, apa yang harus dilakukan oleh PT Tigor, salah satu caranya adalah dengan
menggunakan gross up pajak. Agar
lebih paham, kita langsung saja ke contoh soal:
Tenaga
ahli merupakan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, menentukan bahwa biaya
jasa perbaikan komputer sebesar Rp 10.000.000,00. Transaksi ini terikat oleh
pajak penghasilan pasal 21, namun karena tidak memiliki NPWP dikenakan tarif
20% lebih tinggi. Jangan lupa bahwa pihak tenaga ahli tidak ingin dipotong
pajak dan menerima utuh sebesar Rp 10.000.000,00. Bagaimana caranya? Langsung
saja...
Pada
umumnya perhitungan pajak penghasilan pasal 21 tenaga ahli adalah sebagai
berikut:
Beban
Pajak
|
=
|
(Objek Pajak x 50%) x
(5% x 120%)
|
|
=
|
(Objek Pajak x 50 %)
x 6%
|
Catatan:
120% karena pihak tenaga ahli tidak memiliki NPWP, dan nila kas yang diterima
ditentuka dengan rumus sebagai berikut:
Kas
yang Diterima
|
=
|
Objek Pajak - Beban
Pajak
|
Kemudian
kita mencari Objek pajak sebagai berikut:
Rp
10.000.000,00
|
=
|
Objek Pajak - Beban
Pajak
|
Rp
10.000.000,00
|
=
|
Objek Pajak - ((Objek
Pajak x 50%) x 6%))
|
Rp
10.000.000,00
|
=
|
Objek Pajak - (Objek
Pajak x 3%)
|
Rp
10.000.000,00
|
=
|
Objek Pajak - 0,03
Objek Pajak
|
Rp
10.000.000,00
|
=
|
0,97 Objek Pajak
|
Objek
Pajak
|
=
|
Rp 10.000.000,00 :
0,97
|
Objek
Pajak
|
=
|
Rp 10.309.278,00
|
Dari
perhitungan di atas, maka PT Tigor dapat mengambil langkah untuk meningkatkan
biaya jasa sampai dengan Rp 10.309.278,00. Sehingga perhitungan pajaknya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Beban
Pajak
|
=
|
(Objek Pajak x 50 %)
x 6%
|
Beban
Pajak
|
=
|
(Rp 10.309.278,00 x
50%) x 6%
|
Beban
Pajak
|
=
|
Rp 5.154.639,00 x 6%
|
Beban
Pajak
|
=
|
Rp 309.278,00
|
Jumlah
kas yang diterima pihak tenaga ahli sebesar:
Kas
yang Diterima
|
=
|
Objek Pajak - Beban
Pajak
|
Kas
yang Diterima
|
=
|
Rp 10.309.278,00 - Rp
309.278,00
|
Kas
yang Diterima
|
=
|
Rp 10.000.000,00
|
Dari
perhitungan di atas dapat kita lihat, bahwa pihak tenaga ahli tetap menerima
uang sebesar Rp 10.000.000,00 dan pihak PT Tigor tetap melaksanakan kewajiban
perpajakannya dengan memotong pajak dan menyetor ke KPP setempat sebesar Rp
309.278,00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar