Topik kali ini
memang mungkin beberapa pihak yang sudah mengetahuinya, tapi tidak mengurangi
tingkat keseruannya untuk dibahas. Mengapa demikian, tentu karena ini terkait
pajak pertambahan nilai atas kegiatan membangun sendiri (PPN KMS). Masih sering
terdengar di kalangan masyarakat umum yang masih kurang bergitu paham dengan
PPN KMS ini. Masyarakat pada umumnya memang sering menjadikan PPN KMS seperti
beban, karena dari kegiatan pembangunan yang kita lakukan akan memaksa kita
untuk mengeluarkan dana lagi untuk disetorkan kepada pihak fiskus sebagai PPN
KMS.
Pembahasan
mengenai PPN KMS sudah pernah dibahas pada postingan sebelumnya. Hanya saja
kali ini, kita akan membahas PPN KMS yang akan tetep kita setorkan meski
pembangunan dilakukan oleh pihak kontraktor atau pemborong. Dasar perhitungan
PPN KMS tetap sama sesuai dengan Peraturan
Menteri Keungan Nomor 163/PMK.03/2012. Peraturan tersebut
menjelaskan bahwa dasar pengenaan pajak sebesar 20% dari total biaya yang
dikeluarkan kemudian dikalikan tarif PPN KMS sebesar 10%. Pada umumnya, tarif
PPH KMS dikatakan sebesar 2% (20% x 10%). Untuk luas pembangunan yang menjadi
objek PPN KMS seluas 200m²
selama periode pembangunan tidak lebih dari 2 tahun.
Lalu, bagaimana
jika pembangunan yang kita lakukan dengan menggunkan jasa kontraktor atau
pemborong. Bukan kah tanggung jawab pembangunan sudah beralih ke pihak
kontraktor atau pemborong sehingga kita berkata bahwa pembangunan tersebut
tidak kita lakukan sendiri. Dari kasus tersebut apakah masih terutang PPN KMS?
Selama pembangunan tersebut masuk dalam kategori objek PPN KMS sesuai dengan
ketentuan di Peraturan Menteri
Keungan Nomor 163/PMK.03/2012, maka tetap ada kemungkinan atas
pembangunan tersebut tetap terutang PPN KMS meski dilakukan oleh pihak
kontraktor atau pemborong.
Penjelasan
dimana pembangunan yang dilakukan oleh pihak kontraktor atau pemborong masih
berpotensi terutang PPN KMS tertera pada surat edaran No. SE - 53/PJ/2012. Pada surat edaran
tersebut menjelaskan tentang pelaksanaan lebih lanjut mengenai Peraturan Menteri Keungan Nomor 163/PMK.03/2012.
Meski surat edaran tersebut telah diperbaruhi dengan surat edaran No. SE - 22/PJ/2013, namun masih
terdapat ketentuan dari surat edaran No. SE - 53/PJ/2012 yang masih berlaku.
Pada surat edaran No. SE - 53/PJ/2012 menjelaskan tersediri mengenai definisi dari
kegiatan mengangun sendiri. Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan
membangun bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas
kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dan
kontraktor atau pemborong tersebut bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak.
Definisi
kegiatan membangun sendiri dapat disimpulkan secara umum bahwa setiap kegiatan
pembangunan akan terutang pajak pertambahan nilai. Jika dari pihak pemberi jasa
pembangunan tidak memungut PPN (10%) atas jasa yang diberikan, maka pihak yang
memanfaatkan jasa pembangunan dari kontraktor atau pemborong akan terutang PPN
KMS (2%). Tentu juga, bagi pihak pemberi jasa pembangunan yang memungut PPN
merupakan kelompok pengusaha kena pajak (PKP). Karena berdasarkan ketentutang
undang-undang PPN, hanya wajip pajak yang menjadi PKP yang dapat memungut PPN.
Hal di atas
menjelaskan dari aspek undang-undang pajak pertambahan nilai. Agar lebih meluas
sedikit, maka kita akan lihat dari undang-undang pajak penghasilannya. Bagi wajib
pajak yang menikmati jasa pembangunan dari pihak kontraktor atau pemborong memiliki
kewajiban mumungut pajak penghasilan. Biaya jasa untuk pihak kontraktor atau
pemborong dalam bentuk usaha orang pribadi akan dipungut PPh pasal 21 dengan
tarif progresif (jika tidak memiliki NPWP akan dikenakan PPh pasal 21 lebih
tinggi 20%).
Bagi kontraktor
atau pemborong yang berbentuk badan bisa dikenakan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal
4 ayat 2 (final) berdasarkan ketentuannya. Jika pihak kontraktor atau pemborong
yang usahanya dalam bentuk badan namun tidak memiliki sertifikat bada usaha
(SBU) akan dikenakan PPh pasal 23 dengan tarif 2%. Jika pihak kontraktor atau
pemborong tersebut tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif 100% lebih tinggi.
Untuk kontraktor
atau pemborong yang usahanya dalam bentuk badan dan memiliki sertifikat badan
usaha (SBU) akan dikenakan PPh pasal 4 ayat 2 (final). Tarif yang digunakan
untuk pajak pengasilan final ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
- 2% untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil.
- 4% untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
- 3% untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf 1 dan huruf 2.
- 4% untuk Jasa Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha.
- 6% untuk Jasa Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.