Tahun
2015 telah berlalu, dan target penerimaan negara dari pajak ternyata tidak
tercapai secara maksimum dari yang dianggarkan untuk tahun pajak 2015.
Pada awal tahun 2016 ini, banyak berita yang menginformasikan bahkan target
tahun 2016 tidak akan jauh berbeda dengan target penerimaan pajak tahun 2015.
Bahkan dimungkinkan pemerintah berani menentukan target penerimaan pajak tahun
2016 lebih besar dari tahun 2015. Mengapa demikian? Salah satu senjata yang
digunakan oleh pihak pajak untuk menghadapi target penerimiaan pajak tahun 2016
dengan adanya peraturan tax amnesty.
Apa sebenarnya tax amnesty? Mungkin
juga masih terdapat beberapa masyarakat yang masih belum mengetahu, mengenal,
dan memahami tentang tax amnesty
tersebut.
Sampai
dengan penulisan ini, sumber data yang digunakan masih dalam bentuk Rancangan
Undang-Udang Pengampunan Nasional. Loh...dari pajak sampai ke pengampunan
nasional, kok bisa? Hal ini dikarenakan tax
amnesty masuk dalam definisi pengampunan nasional. Pada definisi
pengampunan nasional terdapat empat jenis hal yang akan dihapuskan sebagai
berikut:
- Penghapusan pajak terutang
- Penghapusan sanksi administrasi perpajakan
- Penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan
- Penghapusan sanksi pidana tertentu
Bagaimana,
mantap bukan dari empat jenis penghapusan di atas? Namun ada syaratnya
loh,,,ni berikut syarat bagi pengguna fasilitas tax amnsesty:
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
- Menyampaikan Surat Permohonan Pengampunan Nasional yang ditandatangani Wajib Pajak bersangkutan
- Melakukan pembayaran dengan istilah uang tebusan dengan tarif dan perhitungan yang diatur
- Melunasi seluruh Tunggakan Pajak
- Memberikan Surat kuasa kepada Direktur Jenderal Pajak untuk membuka akses bank di luar maupun di dalam negeri atas seluruh rekening Wajib Pajak untuk transaksi setelah memperoleh Pengampunan Nasional.
Sebelum
pembahasan dilanjutkan ada kalanya kita tahu dulu mengenai liku-liku perjalanan
tax amnesty ini dulu gan. Biar mantap
lah wawasannya. Inti cerita semua ini berawal dari keinginan pemerintah untuk
menarik kesediaan Wajib Pajak untuk melaporkan hartanya yang belum dilaporkan.
Harta yang dilaporkan bisa berada di luar negeri maupun di dalam negeri. Atas
harta yang dilaporkan tersebut akan diberikan pengampunan perpajakan (tax amnesty). Keinginan pemerintah ini
ditindaklanjuti dengan keluarnya aturan Pengampunan Pajak pada tahun 1984.
Namun, pada saat itu tindak lanjut nya belum berjalan begitu efektif sebagai
akibat dari sistem administrasi perpajakan yang belum memadai dan kurangnya
partisipasi Wajib Pajak untuk memanfaatkan nya. Alasan yang mungkin paling kuat
sebagai dasar Wajib Pajak kurang berpartisipasi pada saat itu dikarenakan tidak
ada kepastian pengampunan pidana lainnya di luar pidana perpajakan.
Sepertinya
bukan rahasia umum lagi bukan, adanya harta yang tidak dilaporkan bukan hanya
terkait penghindaran pembayaran pajak. Namun sumber dari harta tersebut yang
mungkin dari tindakan pidana menjadi alasan mengapa tidak pernah dilaporkan. Berbeda
dengan tahun 1984, berdasarkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan
Nasional yang dikeluarkan tahun 2015 akan muncul fasilitas penghapusan sanksi
pidana tertentu. Tindakan pidana yang dikecualikan dari penghapusan sanksi pada
peraturan tahun 2015 ini adalah tindakan pidana teroris, narkoba dan
perdagangan manusia.
Harta
yang belum dilaporkan sebelum berlakunya peraturan ini akan memperoleh beberapa
fasilitas pengampunan jika dilaporkan dengan syarat membayar tebusan.
Perhitungan besarnya uang tebusan didasarkan pada tarif yang sudah diatur
dengan nilai harta yang dilaporkan sebagai dasar dikalikan dengan tarif.
Berikut ada penjelasan singkat mengenai tarif tebusan yang telah diatur pada
RUU Pengampunan Nasional.
Tarif
|
Keterangan
|
3%
|
Periode
pelaporan surat Pengampunan Nasional bulan Oktober 2015 s/d Desember 2015
|
5%
|
Periode
pelaporan surat Pengampunan Nasional bulan Januari 2016 s/d Juni 2016
|
8%
|
Periode
pelaporan surat Pengampunan Nasional bulan Juli 2016 s/d Desember 2016
|
Nah,
pada RUU tersebut juga ditegaskan kembali fasilitas dibidang perpajakan yang
dapat digunakan jika Wajib Pajak dapat ikut berpartisipasi dalam RUU
Pengampunan Nasional. Fasilitas tersebut bahkan menegaskan bahwa pajak
terutang, sanksi administrasi pajak, dan sanksi pidana perpajakan akan
dihapuskan. Bahkan ditegaskan kembali sampai tidak akan dikeluarkannya surat
tagihan pajak dan sejenisnya. Namun, semua fasilitas itu hanya untuk tahun
pajak sebelum Undang-Undang Pengampunan Nasional ini diundangkan. Bagi penulis,
ada satu fasilitas yang perlu dicermati dalam rancangan undang-udang ini. Jika seandainya
ada Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang sudah menerima surat Pengampunan
Nasional dan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti
permulaan dalam hal kewajiban perpajakan tahun pajak sebelum undang-undang ini
diundangkan, maka kegiatan tersebut akan dihentikan. Wah,,,asik bukan...
Selain
adanya fasilitas yang diperoleh dari RUU Pengampunan Nasional ini yang cukup
wah...pastinya ada hal juga dong yang akan kita korbankan. Mengapa demikian???
karena terdapat beberapa hak yang dihilangkan bagi Wajib Pajak yang menggunakan
fasilitas ini. Beberapa hak yang tidak diberlakukan bagi pengguna fasilitas ini
adalah sebagai berikut:
- Wajib pajak tidak berhak lagi mengkompensasikan kerugian fiskal untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak sebelum undang-udang ini diundangkan yang belum dikompensasikan.
- Wajib pajak tidak berhak lagi mendapat pengembalian kelebihan pajak (restitusi) yang belum dikembalikan untuk tahun pajak atau tahun pajak sebelum undang-udang ini diberlakukan dan bahkan masa pajak sebelum undang-undang ini diberlakukan.
- Wajib pajak tidak berhak lagi untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum undang-undang ini diundangkan.
Seperti
yang kita ketahui bahwa meski RUU ini dirancang Pemerintah untuk tujuan yang
baik, namun peraturan ini bersifat sangat sensitif sekali. Hal ini dikarenakan
tindakan pidana perpajakan dan tindakan pidana tertentu diatur pada RUU ini.
Untuk menyingkapi sensitifitas tersebut, RUU juga mengatur mengenai kerahasiaan
data dari Wajib Pajak. Bahkan telah diatur bagi pihak yang membocorkan data
rahasia Wajib Pajak terkait pengampunan nasional ini akan dikenakan sanksi pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar