Tahu
kah kita, jika karyawan yang statusnya bekerja pada satu pemberi kerja bisa
saja menjadi kurang bayar untuk status pajak tahunan. Hal ini bisa terjadi
jika karyawan tersebut melakukan pindah tempat kerja. Perpindahan tempat kerja
ini belum tentu antar perusahaan yang berbeda, bisa jadi juga untuk perpindahan
cabang perusahaan. Bisa saja perusahaan antar cabang ini memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) yang berbeda sehingga memiliki potensi untuk perhitungan
pajak tahunan untuk karyawan menjadi kurang bayar.
Sebelum
penjelasan lebih lanjut, kita pertegas dahulu yang dimaksud pajak tahunan
karyawan. Pajak ini merupakan pajak yang dilaporkan karyawan secara pribadi
setiap tahun pajak, untuk karyawan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi tentunya
paling lambat laporanya akhir bulan Maret tahun berikutnya (Contoh untuk tahun
pajak 2017, batas lapor akhir Maret 2018).
Pajak
karyawan tentunya sebelum dihitung, setor (jika kurang bayar), lapor oleh
karyawan sendiri, Perusahaan tentunya sudah terlebih dahulu melakukan
perhitungan pajak atas penghasilan yang diberikan kepada karyawan tersebut (PPh
Pasal 21 – 1721-A1). Pada umumnya, jika karyawan pemberi satu kerja
melaporkan pajak tahunannya akan memiliki status NIHIL. Hal ini karena perhitungan pajak tahunan yang dihitung untuk
SPT Tahunan dengan bukti potong 1721-A1 dari perusahaan memiliki jumlah yang
sama.
Langsung
aja contoh, berikut kasus yang memungkinkan karyawan memiliki status kurang bayar
untuk perhitungan pajak penghasilan tahunan. Agar lebih langsung deg ser,
kita bahas contoh paling ekstrim ya, dimana mungkin banyak masyarakat yang
masih belum paham:
Dari PT ABC mendapat bukti potong dengan pajak penghasilan NIHIL, dan ada kemungkinan jika PT XYZ juga memberikan bukti pajak dengan pajak penghasilan NIHIL. Hal ini bisa saja dikarenakan karyawan tidak memberikan bukti potong dari PT ABC kepada PT XYZ. Atau lebih ekstrim, karena perhitungan pajak penghasilan PPh Pasal 21 karyawan tersebut NIHIL sehingga tidak menerima bukti potong. Karena tidak menerima bukti potong, karyawan tersebut tidak melakukan laporan SPT Tahunan. Hal ini merupakan kesalahan yang harus kita ketahui dan sadari, meski sekalipun kita dapat bukti potong NIHIL, kita sebaiknya tetap melaporkan penghasilan dari dua bukti potong dalam contoh sebagai berikut:
Bisa kita lihat, meskipun dua bukti potong yang diterima semua berstatus NIHIL. Namun pada perhitungan pajak dari total penghasilan yang diterima selama satu tahun akan menghasilkan status kurang bayar.
Nah Lohhhh...yang dua bukti potong status NIHIL saja bisa jadi kurang bayar, apa lagi jika dua bukti potongnya ada pajak yang dipotong??? Sudah pasti dengan cara perhitungan kedua bukti potong tersebut akan mengakibatkan status kurang bayar.
Di postingan ini, kita bahas satu metode pajak, dimana dengan kasus yang sama akan menghasilkan pajak tahunan karyawan tersebut menjadi NIHIL. Metode ini bisa dilakukan jika karyawan tersebut menerima bukti potong dari PT ABC dan memberikan foto kopiannya kepada PT XYZ. Sehingga PT XYZ memiliki data untuk kolom "Penghasilan Neto Masa Sebelumnya". Berikut tampilan bukti potong PT ABC dan PT XYZ :
Bisa kita lihat, ketika PT XYZ memasukan data penghasilan netto masa sebelumnya dari bukti potong PT ABC berdampak adanya pajak yang dipotong atas gaji karyawan du PT XYZ. Oke,,,langsung ke perhitungan pajak tahunan yang dilaporkan karyawan sebagai berikut :
Nah, dengan bukti potong yang berbeda maka pajak tahunan yang dilaporkan karyawan tersebut menjadi status NIHIL. Pada umumnya karyawan yang hanya bekerja pada satu pemberi kerja pada bingung kalau status pajaknya kurang bayar dan ekstrimnya ada yang berpikiran pajaknya belum dibayarkan oleh Perusahaan. Jadi sebelum mengambil kesimpulan yang negatif alangkah kita perhatikan poin-poin pajaknya
Inti gampang dari semua metode ini sebenarnya ingin menempatkan pajak sebesar Rp 1.575.000,00 dibayarkan sendiri oleh karyawan paling lambat Maret 2017 (kasus 1) atau dibayarkan oleh PT XYZ melalui aspek pajak PPh Pasal 21 (kasus 2). Karena mau kasus 1 atau kasus 2, hak karyawan tersebut bukan sebesar Rp 90.000.000,00 (Rp 40.000.000,00 (PT ABC) + Rp 50.000.000,00 (PT XYZ)). Tapi tentunya hanya karyawan tersebut harus dipotong pajak sehingga sisa Rp 88.425.000,00 (Rp 90.000.000,00 (PT ABC & PT XYZ) - Rp 1.575.000,00 (pajak).
Sekali lagi kita pertegas, ini menggunakan contoh ekstrim dimana bukti potong dari dua perusahaan yang tampak memiliki status NIHIL. Dampak ini akan semakin terasa jika kedua bukti potongnya memiliki jumlah pajak yang dipotong.
Semoga informasi ini dapat membantu para pembaca. Terima Kasih.