Kali ini akan membahas
terkait Surat Kuasa dan Surat Penunjukan yang sebenarnya sudah diatur di PMK No
229/PMK.03/2014. Namun, ketentuannya pelaksaanya baru keluar tanggal 31 Januari
2017 dengan Surat Edaran Dirjen Pajak No 2/PJ/2017. Berdasarkan pengalaman
Penulis yang sudah terlambat mengikuti perkembangan peraturan perpajakan (banyak tugas brow, hehehe). Terakhir
kali ke KPP untuk lapor SPT, diwajibkan untuk memiliki Surat Penunjukan. Nah,
mari kita sedikit kupas peraturan ini.
Inti dari Surat Kuasa adalah surat yang
mengalihkan beberapa jenis hak dan kewajiban perpajakan kepada orang yang
ditunjuk. Pihak yang dapat ditunjuk tersebut bisa konsultan pajak atau karyawan
dari Wajib Pajak sendiri. Syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang ditunjuk
tersebut adalah sebagai berikut:
- Menguasai ketentuan peraturan perundang-udangan di bidang perpajakan.
- Memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa.
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP)
- Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir, kecuali terhadap seorang kuasa yang Tahun Pajak terakhir belum memiliki kewajiban untuk penyampaikan SPT PPh, dan
- Tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan.
Syarat utama bagi pihak
yang telah diberi kuasa adalah “Menguasai
ketentuan peraturan perundang-udangan di bidang perpajakan”. Bagi konsultan
pajak, syarat ini dipenuhi dengan surat izin praktek konsultan pajak yang
diterbitkan Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk dan Surat
Pernyataan sebagai konsultan pajak. Bagi karyawan Wajib Pajak sendiri, harus
menyertakan beberapa persyaratan sebagai berikut:
Sertifikat brevet di
bidang perpajakang yang diterbitkan oleh Lembaga pendidikan kursus brevet
pajak.
Ijazah pendidikan
formal di bidang perpajakan, minimal tingkat Diploma III, yang diterbitkan oleh
Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta dengan status terakreditasi A, atau
Sertifikat konsultan
pajak yang diterbitkan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak
Surat Kuasa yang dibuat
oleh Wajib Pajak hanya untuk 1 (satu) orang dan 1 (satu) pelaksanaan hak dan
kewajiban perpajakan. Kuasa yang diberikan juga tidak dapat dilimpahkan kepada
pihak lain. Namun, dalam pelaksanaan pelaporan SPT baik masa dan tahunan dapat
diperbantukan oleh karyawan Wajib Pajak
atau pihak lain dengan membuat Surat
Penunjukan. Jadi jika ada orang yang lapor SPT di KPP terdaftar, namun yang
melaporkan tidak yang bertanda tangan di SPT tersebut harus membawa Surat
Penunjukan.
Adapun Surat Kuasa yang diberikan, terdapat
beberapa hak dan kewajiban yang tidak boleh dilakukan kecuali Wajib Pajak sendiri sebagai berikut:
- Kewajiban mendaftarkan diri bagi Wajib Pajak orang pribadi untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
- Permintaan dan/atau pencabutan Sertifikat Elektronik
- Permohonan aktivasi EFIN
- Penyampaian pengungkapan ketidakwajaran perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat 3 UU KUP dan/atau proses penyelesaiannya.
- Permohonan untuk dapat dimintakan penghentian penyidikan atau kepentingan penerimaan Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 44B UU KUP dan/atau proses penyelesaiannya.
- Pelaksaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu lainnya yang berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dapat dikuasai.
Semoga bermanfaat cuy…