Seperti
yang sering dibicarakan banyak pihak. Bahwa tahun 2015 adalah tahun pembinaan
wajib pajak. Jadi wajar muncul beberapa peraturan yang cukup mempengaruhi
aktivitas perpajakan di tahun 2015. Dari pembebasan denda kekurangan pajak,
utang atas modal, sampai pada penilaian kembali aset tetap. Tentu juga masih banyak
yang lainnya.
Pada
kesempatan ini kita akan membahas mengenai peraturan PMK Nomor 169/PMK.010/2015 mengenai perbandingan
hutang dengan modal. Memahami suatu peraturan perpajakan, mari kita mulai dari
subjek pajak nya yang terikat atas peraturan ini. Subjek pajak yang diatur pada
peraturan ini adalah Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham. Dengan
demikian, berarti bentuk badannya sudah jelas berupa Perseroan Terbatas (PT).
Oleh karena ini beberapa Wajib Pajak Badan seperti koperasi, CV, dan firma
terbebas dari peraturan ini apa lagi Wajib Pajak Perorangan.
Meskipun
demikian, terdapat beberapa Wajib Pajak Badan yang memang modalnya terbagi atas
saham namun tidak terikat atas peraturan ini yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Mengingat
peraturan ini mengenai perbandingan antar utang atas modal. Maka ada perlunya
kita membahas sedikit mengenai makna utang dan modal. Utang yang dimaksud pada
peraturan ini merupakan utang jangka pendek dan utang jangka panjang yang memiliki bunga. Kenapa ada keterangan yang memiliki bunga??? Karena pada
peraturan ini, pinjaman tanpa bunga dikelompokkan menjadi kelompok modal. Modal
sendiri pada peraturan ini merupakan modal yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.
Objek
pajak pada peraturan ini menuju pada biaya pinjaman yang diperkenankan dalam
memperhitungkan taksiran penghasilan kena pajak (PKP). Berangkat dari
perbandingan hutang atas modal pada peraturan ini sebesar 4 : 1, maka besarnya
biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Contoh
1:
Pada
tahun 2016, PT Togar memiliki komposisi hutang dan modal sebagai berikut:
Dari
data di atas, maka kita akan menghitungkan perbadingan hutang atas modal
sebagai berikut:
Kita
sudah mengetahui perbandingan hutang atas modal pada PT Togar sebesar 7 : 1,
hal ini jauh di atas peraturan perbandingan hutang atas modal sebesar 4 : 1.
Pada tahun 2016, perusahaan melakukan pembayaran biaya bunga dengan rincian
sebagai berikut:
Berdasarkan
data tersebut dan peraturan perpajakan ini, maka beban bunga yang dapat
diperhitungkan untuk mengukur taksiran penghasilan kena pajak dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Setelah
dihitung berdasarkan peraturan ini, maka beban bunga yang diperkenankan untuk
perhitungan taksiran penghasilan kena pajak sebesar Rp 506.000.000,00. Maka
sisah biaya bunga pinjaman sebesar Rp 379.500.000,00 akan dikoreksi fiskal
positif.
Contoh
2:
Salah
satu ketentuan dari peraturan ini adalah wajib pajak badan yang memiliki
penghasilan final dikecualikan dari subjek pajak PMK Nomor 169/PMK.010/2015.
Oleh karena itu, jika pada PT Tigor seandainya terdapat penghasilan final
sebesar Rp 780.000.000,00 dari total penghasilan selama tahun 2016 sebesar Rp
2.600.000.000,00. Maka biaya bunga pinjaman yang diperkenankan sebagai dasar
pengurang penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut:
Dari
dua contoh di atas diharapkan kita dapat lebih paham mengenai peraturan
perpajakan mengenai perbandingan hutang atas modal. Namun sebagai Wajib Pajak
yang cerdas, sebaiknya kita juga harus bijak dalam mengambil tindakan untuk
menghadapi peraturan ini. Mengingat peraturan perbandingan hutang usaha atas
modal sebesar 4 : 1 berlaku untuk tahun 2016, terdapat beberapa alternatif yang
dapat di ambil agar kita dapat membebankan seluruh biaya bunga pinjaman yang
telah kita keluarkan. Cukup besar juga bukan biaya bunga yang seharusnya dapat
digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak, namun harus dikoreksi
fiskal karena peraturan ini. Apa lagi perusahaan tidak memiliki deposito (peraturan perpajakan terkait bunga pinjaman, hutang, dan deposito).
Dari
semua alternatif yang ditawarkan pada intinya mayoritas bertujuan untuk
meningkatkan jumlah modal. Sehingga perbandingan hutangnya tidak terlalu jauh
dari jumlah modal yang dimiliki. Mengingat perkembangan peraturan perpajakan
tahun 2015, sepertinya revaluasi aset tetap merupakan solusi yang lebih banyak
disoroti. Dengan melakukan revaluasi aset tetap, selisih revaluasi akan
menambah jumlah modal dengan nama akun surplus peningkatan nilai aset tetap.
Bahkan perpajakan memberikan fasilitas yang cukup menguntungkan dengan
munculnya peraturan PMK Nomor 191/PMK.010/2015 mengenai penilaian kembali
aktiva tetap. Jika kita rangkum secara singkat, keuntungan revaluasi aktiva
tetap sebagai berikut:
- Tampilan hutang atas modal dari perusahaan menjadi jauh lebih baik sehingga memungkinkan perusahaan untuk membebankan seluruh biaya bunga pinjaman terkait peraturan ini.
- Dengan diterbitkannya peraturan Nomor 191/PMK.010/2015, pajak atas revaluasi aset tetap menjadi jauh lebih ringan jika dilakukan di tahun 2015 (3% untuk permohonan revaluasi yang diajukan sebelum 31 Desember 2015, 4% untuk permohonan revaluasi yang diajukan antara tanggal 1 Januari 2016 s/d 30 Juni 2016, dan 6% untuk permohonan revaluasi yang diajukan antara tanggal 1 Juli 2016 s/d 31 Desember 2016).
- Atas aset tetap yang telah direvaluasi, perusahaan dapat menghitung dan mengakui biaya penyusutan yang lebih dari sebelum revaluasi sebagi pengurang penghasilan kena pajak.